Minggu, 28 April 2013

Hari ini Pasti Menang: Mozaik Hitam Putih dari Lapangan Hijau


Kebanyakan film yang mengambil tema sepakbola berkisah tentang perjuangan menggapai mimpi dari sang protagonis. From zero to hero, semangat pantang menyerah menuju tangga juara, atau alur cerita yang tak jauh-jauh dari kedua hal tersebut. Garuda di Dadaku (2009 dan 2011), Tendangan dari Langit (2010), sampai dengan franchise terkemuka Hollywood, Goal! (2005, 2008 dan 2009), punya benang merah tersebut di dalam pengisahan ceritanya.

Tapi Andibachtiar Yusuf memang bukan sineas yang doyan menapaktilas jejak langkah sutradara-sutradara lain dalam meracik formula untuk filmnya. Ucup, sapaan akrabnya, lebih memilih meretas jalan cerita yang benar-benar berbeda dengan pakem mainstream yang dipakai dalam film-film tadi. Jadi kalau anda berharap Hari ini Pasti Menang adalah film yang bertutur tentang lika-liku perjuangan Gabriel Omar Baskoro (Zhendy Zain), sang tokoh utama, dalam menggapai puncak prestasi sepakbolanya, anda jelas akan kecele. Sebab, Hari ini Pasti Menang memang bukan film yang melulu berisi tentang GO8, sang topskor Piala Dunia 2014 itu. Hari ini Pasti Menang punya pesan dan agenda yang jauh lebih besar daripada itu.


Garis Besar
Indonesia, dalam dunia rekaan milik Andibachtiar Yusuf, bukan lagi sebuah negara yang inferior dalam urusan sepakbola. Tim nasionalnya mampu berprestasi dengan adiluhung. Tidak hanya sampai di level Asia saja, Skuat Garuda telah menancapkapkan kukunya ke pentas Piala Dunia, bahkan sanggup melaju hingga ke fase perempatfinal.

Industri sepakbolanya pun sudah mapan. Berbekal kepengurusan PSSI yang mengelola kompetisinya dengan memegang teguh purwarupa modern football secara bernas, Liga Utama Indonesia telah menjadi sebuah kompetisi yang tak lagi dipandang sebelah mata oleh para investor untuk menanamkan modalnya. Sepakbola Indonesia telah menjadi bisnis, sepakbola Indonesia telah menjadi industri, sepakbola Indonesia telah mengangkasa ke level yang profesional.

Pun begitu dengan sosok Gabriel Omar Baskoro. Sosoknya —berkat penampilan gemilangnya di pentas Piala Dunia, serta dua kali membawa Jakarta Metropolitan menjadi jawara Asia— telah menjelma menjadi sebuah ikon sepakbola, yang gilang gemilang dalam urusan prestasi, uang, serta popularitas di usianya yang masih belia. Penampilannya bersama Jakarta Metropolitan dan tim nasional selalu dinantikan oleh para fans-nya. Tanda tangan, foto, serta merchandise dan produk-produk yang berkaitan dengan dirinya, adalah memorabila yang wajib dikoleksi oleh siapapun yang menyukai sepakbola.


Sepintas tak ada yang salah dengan hal-hal di atas. Sepakbola Indonesia telah berkembang dan mengindustri secara modern. Timnas juga mampu berprestasi secara apik sampai ke panggung internasional. Kalaupun tingkah GO8 sedikit nakal dan arogan, itu masihlah dapat dimaklumi karena status mega bintangnya yang begitu mercusuar. Tapi siapa sangka jika industri sepakbola modern ternyata juga menyimpan banyak borok dan bopeng di dalamnya? Maraknya perjudian,dari mulai yang melibatkan nominal di swarung simpang terminal, sampai dengan pemain kelas kakap yang rela mempertaruhkan aset bernilai miliaran, adalah hal yang lumrah dan jamak ditemui dalam persepakbolaan Indonesia.

Borok terselubung modern football tersebut kian bernanah ketika ternyata perjudian yang marak itu telah menggurita dan ikut mempengruhi hasil akhir di lapangan hijau. Skandal pengaturan skor dan penyuapan terhadap pemain dan ofisial pertandingan bukan sekali dua terjadi dalam keberlangsungan kompetisi. Banyak skor aneh dan hasil-hasil kontroversial yang mewarnai jalannya kompetisi sepakbola tanah air. Hal ini rupanya mendorong Andini Zulaikha (Tika Putri), wartawati cantik yang juga sahabat Gabriel sejak kecil, untuk melakukan investigasi tentang skandal match fixing ini. Kecurigaannya pun ikut melibatkan dua sosok sentral sepakbola tanah air: Gabriel Omar Baskoro dan coach Dimas Bramantyo (Ray Sahetapy), pelatih Jakarta Metropolitan FC.

Dan pelan tapi pasti, investigasi Andin mulai menemui titik terang tentang siapa-siapa saja pihak yang terlibat dalam praktek kongkalikong busuk yang mencederai nilai-nilai sportivitas olahraga tersebut.



Tersendat karena Padat
Seperti sudah ditulis di atas, Hari ini Pasti Menang memang memuat banyak pesan yang coba disampaikan kepada pemirsanya. Di satu sisi, ini membuat cerita jadi relatif majemuk sehingga memperkaya wawasan penontonnya, utamanya yang tak mengerti soal tetek bengek persoalan sepakbola. Tapi di sisi lain, hal ini juga menjadi sebuah kelemahan yang membuat Hari ini Pasti Menang agak kurang nyaman untuk dinikmati karena pembangunan konfliknya terasa begitu cepat dan tidak di-digging secara mendalam betul. Ini semakin ditunjang dengan eksekusi scene yang cukup sering memakai adegan-adegan klise—utamanya di paruh kedua film—sehingga membikin kelezatan Hari ini Pasti Menang sedikit berkurang kala disantap.

Dari departemen akting sendiri, Zhendy Zain selaku poros utama cerita tampil kurang mengesankan dalam membawakan sosok Gabriel Omar. Karakter GO8 yang cocky, arogan, dan sedikit ngehe, dibawakannya dengan kurang istimewa, utamanya dalam soal penekanan intonasi bicara. Beruntung, dalam aktingnya kala beraksi di lapangan hijau, Zhendy mampu tampil cukup baik dan meyakinkan layaknya striker kelas dunia sungguhan. Secara keseluruhan, akting Zhendy boleh dibilang tenggelam diantara deretan nama besar milik Ray Sahetapy serta Mathias Muchus, yang berlakon dengan gemilang sebagai ayah Gabriel. Belum lagi dengan mencuatnya penampilan screen stealer macam Dedy Mahendra Desta serta Verdi Solaiman yang tampil outstanding, semakin membikin penampilan Gabriel Omar di film ini terasa  kurang begitu mercusuar.

Atau barangkali memang begitulah keinginan dari sang sutradara yang tak ingin terlalu menyorot sang tokoh utama dan lebih menitikberatkan pada delivering message dari filmnya sendiri. Ini juga didukung dengan alur cerita yang memang tak begitu dalam mengekspos sosok Gabriel Omar sendiri. Well, jika melihat rekam jejak pada filmografi Andibachtiar, dugaan tersebut boleh jadi memang benar suatu keniscayaan.


Setan itu Ada Pada Detil
Membikin sebuah alternate universe dalam film bukanlah sesuatu yang mudah, apalagi jika perbedaan yang ada antara realita dengan filmnya begitu jauh kentara. Hari ini Pasti Menang mengalami proses tersebut dalam penggarapannya, namun berhasil melewatinya dengan apik. Persepakbolaan Indonesia yang dalam realitanya begitu banal dan jauh dari kata profesional, berhasil disulap oleh Ucup dan segenap kru Bogalakon Pictures menjadi modern serta mengindustri.

Dari mulai properti stadion, seragam pemain, atribut suporter, sponsor tim, sampai dengan detil-detil kecil macam badge logo klub serta semboyan milik klub, semuanya dihadirkan dengan penuh seluruh demi menunjang atmosfer industri sepakbola modern yang hendak digambarkan dalam Hari ini Pasti Menang. Hadirnya sejumlah pemain sepakbola sungguhan seperti Andritany Adhyaksa, Atep, Hasyim Kipuw dan Joko Sasongko yang tampil sebagai cameo, semakin mengesankan kalau penggarapan detil dalam film ini memang benar-benar dikerjakan secara serius.

Dan atas penggarapan detil yang mengesankan itu, kerja keras tim produksi Hari ini Pasti Menang sangat layak untuk diacungi jempol. Oh, terkecuali untuk pemilihan Ibnu Jamil sebagai pemeran Bambang Pamungkas sih. He doesn't suited in very well.


Kesimpulan
Sebagai sebuah film yang hendak menyampaikan banyak pesan dan sentilan terhadap persepakbolaan tanah air, Hari ini Pasti Menang memang tidak sepenuhnya mengalir dengan lancar. Cukup banyaknya sub-plot yang ada di film ini kadangkala justru film ini terasa goyah dan membikin presentasi Hari ini Pasti Menang menjadi sedikit tersendat, utamanya di paruh akhir cerita. Toh meskipun demikian, Hari ini Pasti Menang juga punya banyak keunggulan yang layak untuk diapresiasi. Penggarapan detilnya cermat dan serius. Pemilihan tema ceritanya yang orisinil dan keluar dari pakem mainstream film sepakbola kebanyakan pun harus diakui adalah sebuah keputusan yang berani sekaligus cerdas.

Saya memberi nilai 7,5 untuk Hari ini Pasti Menang. Bukan hanya karena kebernasan dalam penggarapan detil dan jalan ceritanya saja, melainkan karena film ini juga merupakan sebuah doa dan sentilan tajam bagi kondisi persepakbolaan kita yang kian hari kian memprihatinkan. Lewat film ini, Andibachtiar secara tidak langsung telah memberi contoh bagi para pengurus PSSI, bagi segenap insan sepakbola Indonesia, dan juga bagi kita semua, tentang bagaimana purwarupa konsep modern football dijalankan, lengkap dengan pelbagai macam borok dan bopeng yang harus dieliminasi.

Pada akhirnya, kita memang lagi-lagi cuma bisa berharap, kelak, apa yang digambarkan dalam Hari ini Pasti Menang, bukan lagi sekedar alternate universe yang bisa kita saksikan lewat layar bioskop belaka, melainkan telah menjelma menjadi sebuah realita yang bisa kita saksikan dengan penuh seluruh. Ah, terkecuali untuk maraknya perjudian dan praktek kotor pengaturan skor, saya rasa lebih baik itu cuma kejadian di film saja.

Demikianlah.

~tanbihat: Jangan terburu-buru meninggalkan tempat duduk anda ketika credit title mulai menampakkan diri di layar, sebab... ah tonton sendiri saja deh. Anda akan menyesal kalau melewatkan yang satu ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar